Go Back
Halo, Kak. Aku nggak tau mau cerita ke siapa tanpa perlu denger penghakiman lagi. Kak, aku takut tau. Akhir-akhir ini semua jadi kerasa banget capeknya. Tapi kata mereka, capekku belum seberapa. Ah, iya, kabar terbaruku adalah aku gagal snbp dan snbt. Aku pikir aku bakal lolos di salah satunya, tapi ternyata rencana Tuhan jauh dari apa yang aku tebak. Tapi kayanya, rencana Tuhan emang nggak bisa ditebak nggak, sih?
Submit

Terima kasih, Kak. Terima kasih sudah menceritakan sebagian dari luka-luka Kakak yang sudah Kakak terima, yang sudah Kakak alami, bahkan bukan nggak mungkin yang ikhlasnya seringkali masih dirasa kepayahan, aku sudah membacanya. Dan tentang siapa aku masih bisa Kakak hubungi sesuai keyakinan Kakak saja, aku tau keyakinan Kakak adalah satu keahlianmu, Kak. Sudah lama juga kita tidak berkomunikasi, mungkin akan canggung untuk berkomunikasi nantinya

OMG SEMANGAT TERUS KAKAK WALAUPUN AKU GAK KENAL KAMU, TETAP SEMANGAT JANGAN PANTANG MENYERAH KAK🤗🤍

Anw, terima kasih sudah ngasih tempat berkeluh di sini hahaha. Udah ngenalin aku dengan TF juga, xiexie a. Aku baru ngecek malam ini, sih. Semoga hari Kakak selalu dipermudah, ya. Bertahun-tahun kenal Kakak sama sekali nggak bikin aku merasa nyesel, loh. Ah, iya. Ice cream 350yang Kakak berikan buat Adek Kakak itu juga sebuah pencapaian Kakak juga, loh. Apresiasi dari aku, haha. Sehat-sehat terus, ya, Kak. Love you, Kak!🤍

Mungkin benar kata dia, aku beruntung bagi sebagian nasib orang, haha. Tapi sah itu, aku menyadari kalo ternyata aku semakin menjauhkan diriku dari semuanya. Dari teman-temanku, dari ayah ibuku, bahkan dari sosial mediaku. Aku mendengar dari salah satu saran, beliau berkata mungkin saatnya berpikir hal yang disukai. Tapi ketika aku coba, hal-hal yang biasa aku lakukan dan aku sukai jadi menyakitkan, Kak. Rasanya aku juga cuma pengen tidur terus, tapi takut juga kalo ternyata aku nggak bangun karena ulahku sendiri. Gimana, ya, Kak? Aku sering banget takut terbunuh sama pikiranku sendiri. Tapi tenang, Kak. Aku masih mau berusaha sedikit lagi, setidaknya sampai aku bisa rasain kuliah sembari kerja, meski prosesku juga rasanya semakin tertatih. Karena kata buku yang aku baca, masih banyak hal baru diluar sana. Tapi sah itu, bolehkan, Kak, kalo aku menyerah sama semuanya?

Dari situ, entah sejak kapan pastinya, aku mulai kehilangan minat untuk berkomunikasi. Teman SMP yang cukup dekat denganku bertanya, "kamu kok jadi gini sih?" Aku ngga tau, aku yang seperti apa kali ini? Kita sempet bertengkar sedikit. Waktu itu, aku bilang aku mungkin stres, lagi capek dengan beberapa situasi. Tapi dia bilang ke aku, "kamu beruntung masih ada Ayah Ibu yang bisa diajak komunikasi. Masih beruntung bisa kuliah."

Tapi serius deh, Kak. Kali ini aku beneran capek. Sampe aku ngerasa beberapa emosiku nggak bisa aku kendalikan lagi. Bahkan waktu aku gagal snbp, rasanya cuma kosong aja. Kakak kelasku sampai bertanya, "kamu nangis aja. Luapin perasaanmu." Tapi anehnya, waktu itu aku nggak tau persis gimana emosiku. Atau saat aku belajar persiapan snbt, aku membuka buku. Aku ngerjain latihan soal, tapi perasaanku juga ngga bisa aku kenali dengan baik. Aku tidak merasakan gugup, seneng, atau emosi lain yang dirasakan selayaknya mau ikut ujian. Rasanya kosong, Kak. Dan aku takut.

Tunggu, bukan hampir setahun. Tapi kayanya sudah lebih, ya? Hahaha, maaf ya, Kak.

Pandangan orang terhadapku rasanya terlalu tinggi, Kak. Jadi ketika melihat gagalku mereka tampak kurang menerima. Ah tapi siapa yang bakal menerima jika aku yang disebut berprestasi di sekolah ini ternyata banyak gagalnya. Gagal tamatin pondok, gagal namatin hapalan Qur`an, gagal jadi juara pertama. Sampai-sampai Ibuku bertanya, "kamu gimana sih kok ga bisa jadi yang pertama? Masa mau jadi kedua ketiga terus.". Di sisa-sisa malamku yang masih terjaga, seringkali aku juga kangen tau sama interaksi bareng kalian. Ngobrol bareng tentang TF lagi. Tapi kayaknya udah hampir setahun aku ninggalin kalian, jelas banyak cerita dan perubahan yang udah pasti aku lewatkan. Pertemanan di kehidupan realitaku juga ku pikir nggak terlalu baik. Untuk beberapa omongan di belakang yang ga sengaja aku denger dari n kelas lain itu masih jadi hal yang menyakitkan ternyata. Padahal sudah berulang kali aku belajar menerima. Kayaknya perlu diasah lagi, ya.