Karena demi Allah, saya tidak akan berhenti untuk menemukan siapa dalang dari kejadian ini. Jika kalian tidak datang, bersiaplah untuk menerima hukuman yang lebih berat.
Ya, kemarilah dan datangi saya. Jangan mempersulit dan membatasi pergerakan saya, hukuman ada di depan kalian. Itu lebih baik daripada nanti saya menagihnya di akhirat bukan?
Untungnya negara kita ini adalah negara hukum. Ini ditujukan untuk kalian yang menghina seorang Bubu. Jadi, para saudara yang terhormat, agar mempermudah pengajuan kepada pihak hukum mengenai penghinaan fisik, perendahan harga diri, dan perkataan-perkataan kotor. Siapa pun Anda/kalian datangi saya jika memang menganggap diri bukan seorang PECUNDANG.
Ada pepatah mengatakan, "Jangan membangunkan singa yang sedang nyenyak tidur. Karena sah singa itu terbangun, kalian tidak akan selamat."
Jika penghinaan fisik seseorang dilakukan melalui media elektornik atau media sosial, maka pelaku penghinaan bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). (Dikutip dari situs Kemenkumham)
“Mereka yang mentransmisikan narasi berupa hinaan ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, dan postur seseorang menggunakan media sosial bisa dikategorikan masuk UU ITE Pasal 45 Ayat 1 dan Pasal 27 Ayat 3. Ancamannya pidana 6 tahun,” kata Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Rabu (28/11).
Rosulullah saw bersabda, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam hukum negara orang yang melakukan penghinaan terhadap orang lain, seperti mengejek, mengolok-olok, mencela atau menghina fisik orang lain, baik dilakukan secara langsung maupun melalui media elektronik, atau melalui media sosial, maka pelaku penghinaan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana, dengan syarat ada pengaduan dari korban bahwa telah terjadi penghinaan terhadap dirinya atau termasuk dalam delik aduan. Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." [QS. Al-Ahzab ayat 58]
Salah seorang salaf juga berkata: "Apabila sampai kepadamu perkataan dari saudaramu (berupa celaan) yang menyakitimu, maka janganlah engkau risau. Seandainya perkataan itu benar, maka itu adalah hukuman bagimu yang disegerakan (daripada mendapat hukuman di akhirat). Dan seandainya perkataan itu tidak benar, maka itu akan menjadi pahala bagimu tanpa harus berbuat baik."
“Janganlah Engkau berkata kepada temanmu, “Wahai keledai!”, “Wahai anjing!”, atau “Wahai babi!” Karena kelak di hari kiamat Engkau akan ditanya, “Apakah Engkau melihat aku diciptakan sebagai anjing, keledai, atau babi?” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 5: 282)
“ adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan msia.” (HR. Muslim)
“Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.“ (QS. Al Hujuraat :11)